Senin, 07 Mei 2012

Pendidikan Kewarganegaraan

Nama : MIA ROSDIANA
NPM : 10207716
Kelas : 2EA21


BAB 3: KETAHANAN NASIONAL
NASIONALISME PEREKONOMIAN DI ERA GLOBALISASI



PENDAHULUAN

Berkembangnya ilmu teknologi, seperti informasi, komunikasi dan transportasi di era globalisasi merupakan masalah yang tidak bisa dinggap mudah oleh bangsa Indonesia. Seringkali masyarakat Indonesia terjebak dalam globalisasi yang semakin memprihatinkan. Globalisasi ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan global. Tanpa disadari bangsa Indonesia harus mampu berkompetisi di dunia yang tanpa batas. Globalisasi yang dipicu oleh Transportasi, Telekomunikasi dan Trade (3T) telah membuat dunia menjadi tanpa batas wilayah, kebudayaan, ekonomi, politik, pertahanan keamanan, dan kepentingan karena negara-negara maju memasuki dan mempengaruhi wilayah negara-negara lain terutama negara berkembang. Seiring berjalannya waktu, Indonesia mengalami penurunan rasa nasionalisme terhadap bangsanya sendiri. Seperti yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari bagaimana generasi muda sekarang terjebak dengan kehidupan yang baru sehingga mengalami penurunan, dan rasa nasionalisme mulai sedikit memudar. Bahkan informasi pengenalan tentang berbangsa dan bernegara seperti makna dari bendera merah putih, bahasa Indonesia dan lagu-lagu kebangsaan akhirnya menjadi sangat minim. Dari aspek ekonomi, akibat menguatnya kapitalisme dan terjadinya gelombang privatisasi, maka berbagai sektor kehidupan ekonomi telah dikuasai asing, seperti perbankan, perkebunan, perdagangan bahkan sector retail. Yang berdaulat di bidang ekonomi justru kekuatan global yang bersifat maya (virtual), dipresentasikan oleh Multi-National Corporations (MNC).



PEMBAHASAN
2.1 Nasionalisme
Nasionalisme adalah nilai-nilai fundamental masyarakat dengan dinamika sosial yang berubah cepat, namun tetap dilandasi dengan semangat jiwa persatuan dan kesatuan, seperti tercantum dalam makna Sumpah Pemuda, yakni satu nusa, satu bangsa, satu bahasa; bahasa Indonesia. Adapun nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) tersebut adalah:
1. Pengembangan nilai-nilai demokratis, diantaranya meliputi keadilan, taat pada hukum (rule of law), kebebasan berpendapat dan berasosiasi, keterwakilan, kesetaraan gender, dan mojority rules.
2. Pengembangan nilai-nilai Kewarganegaraan dan nilai-nilai komunitas (civic and community values), diantaranya meliputi penghargaan atas hak-hak individual (local needs), dan common good.
3. Pengembangan pemerintahan yang bersih (fair government), diantaranya meliputi partisipasi, hak untuk mendapatkan pelayanan secara adil, fairness, dan checks and balances.
4. Pembentukan identitas nasional (national identity), diantaranya berupa reorientasi nation building dalam bentuk bhineka tunggal ika (unity differences), independence, dan kebanggan nasional (national pride).
5. Pengembangan ikatan sosial (social cohession), diantaranya meliputi toleransi (tolerance), keadilan sosial (social justice), dan keberterimaan (acceptance).
6. Pengembangan kehidupan pribadi (self cultivation), meliputi cenderung pada kebenaran (truth), tunduk pada hukum (law abiding), jujur (honesty), kesopanan (civility), dan tolong menolong (helping others).
7. Pengembangan kehidupan ekonomi (economic life), diantaranya meliputi persaingan sehat (fair competition), kesejahteraan (wealth), kewirausahaan (entrepreneurship), dan pasar bebas (free market).
8. Pengembangan nilai-nilai keluarga (family values), diantaranya meliputi rasa tanggung jawab (respect), dukungan (support), perlindungan (protection), akhlak (moral behavior), sadar gender (gender sensitive), dan kebersamaan (togetherness).
Nilai kebangsaan atau nasionalisme menjadi ikatan dan keinginan menjaga kemerdekaan negara yang berdaulat, dalam rangka pembentukan character and national building (Soekarno, Presiden RI pertama). Hal ini berkaitan dengan konsep nasionalisme Ki Hajar Dewantara (perintis kemerdekaan nasional dan perintis kebudayaan nasional) nilai asas trikon (konsentrisitas, konvergensi, dan kontinu) yaitu pengakuan bahwa antara orang-orang dan dunia sekitarnya selalu ada perimbangan, persatuan, dan persambungan. Asas ini penting bagi hubungan kita sebagai bangsa dengan bangsa- bangsa lain dalam dunia internasional, dan dapat memperbesar kerukunan antarbangsa. Nasionalisme kebudayaan bertrikon ini berakar pada kebudayan sendiri yang terus berasimilasi dengan unsur-unsur budaya luar. Asas cultural nasionalisme sebagai dasar kesatuan bangsa Indonesia, asas kekeluargaan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yaitu Indonesia, asas among atau tut wuri handayani atau silih asih, silih asah, dan silih asuh, dan asas demokrasi kebebasan yang bertanggung jawab.
Semangat nasionalisme bisa melalui dengan membela negara. Pembelaan Negara merupakan hak dan kewjiban setiap warga negara, seperti yang telah diatur dalam UUD 1945, yaitu 1. Pasal 27 ayat 3 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. 2. Pasal 30 ayat 1 yang berbunyi “Setiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara”. 3. Pasal 30 ayat 2 yang berbunyi “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Dari pasal menunjukkan bahwa pembelaan terhadap negara, bukan hanya tanggung jawab TNI dan Polri, melainkan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 dengan tegas menetapkan tentang kewajiban warga Negara dalam membela dan mempertahankan negara. Kata kewajiban mengandung arti bahwa setiap warga negara dalam keadaan tertentu dapat “dipaksakan” oleh negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara.

2.2 Globalisasi Ekonomi
Pada arus global, hempasan arus mega globalisasi telah merasuk ke seluruh dimensi kehidupan manusia, termasuk negeri ini. Globalisasi sangat kuat dipengaruhi oleh kepentingan negara-negara maju terutama kelompok liberalis-kapitalis (Barat) dengan muatan utama di bidang ekonomi, politik dan budaya. Tendensi desain geopolitik, geostrategic dan geo-ekonominya mengarah pada penguasaan negara korban yang rata-rata kaya Sumber Daya Alam (SDA). Demokrasi sebagai salah satu isu yang diusung melalui globalisasi sebenarnya bukan “barang baru” untuk Indonesia. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 telah lama menetapkan demokrasi, meski bukan dalam artian demokrasi liberal yang kini berkembang. Pada skala regional, geoekonomi menjadi faktor penentu selain faktor geopolitik dan geostrategi. Pada 2025, diperkirakan Asia menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia dengan tampilnya Jepang, China dan India sebagai kekuatan utama (major powers). Jan Aart Scholtc menggambarkan secara garis besar ada 5 definisi luas tentang globalisasi seperti ditemukan dalam literatur:
1. Globalisasi sebagai internasionalisasi yakni dilihat sebagai kegiatan antar negara yang melampui batas wilayah masing-masing sehingga terjadi saling tukar dan saling ketergantungan internasional, terutama menyangkut modal dan perdagangan.
2. Globalisasi sebagai liberalisasi, yakni merujuk pada proses pemusnahan berbagai restriksi politik sehingga ekonomi dunia menjadi lebih terbuka dan tanpa batas.
3. Globalisasi sebagai universalisasi informasi, komunikasi dan transportasi dan berbagai kegiatan masyarakat dunia lainnya.
4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi, yakni merebaknya ke seluruh dunia struktur modernitas barat yang menyangkut kapitalisme, rasionalisme, industrialism, birokratisme dan lain sebagainya yang cenderrung merusak budaya local yang sudah ada lebih dulu.
5. Globalisasi sebagai deteritorialisasi dimana terjadi rekonfigurasi geografi, sehingga ruang sosial tidak lagi dipetakan berdasarkan peta territorial, jarak dan batas territorial.
Dalam euphoria globalisasi, masyarakat dunia disuruh percaya bahwa globalisasi menjanjikan masa depan dunia yang lebih indah. John Ralston Saul menulis janji globalisasi seperti sering dikemukakan para sponsornya, antara lain:
1. Kekuasaan negara-bangsa (nation state) semakin redup.
2. Negara-bangsa semacam itu mungkin malah segera gulung tikar.
3. Di masa depan kekuasaan terletak pada pada pasar global.
4. Ekonomi, bukan politik dan militer, yang membentuk peristiwa-peristiwa masyarakat.
5. Pasar ekonomi global, bila dibiarkan berjalan bebas, akan mencapai keseimbangan ekonomi internasional.
6. Masalah abadi siklus boom and bust akan berakhir.
7. Pasar bebas akan mendorong gelombang dagang yang pada gilirannya akan mengangkat pertumbuhan ekonomi dunia yang besar.
8. Gelombang besar itu akan mengangkat seluruh kapal ekonomi baik di negara kaya maupun negara miskin. 9. Kemakmuran yang diraih akan menggeser kediktatoran dan menggantinya dengan demokrasi.
10. Demokrasi baru itu akan melenyapkan nasionalisme picik, rasisme yang tidak bertanggung jawab dan kekerasan politik.
11. Di lapangan ekonomi, pertumbuhan pasar yang dahsyat memerlukan kehadiran berbagai korporasi yang lebih besar.
12. Korporasi yang begitu besar tidak memungkinkan terjadinya kebangkrutan dan karena itu justru menjamin stabilitas internasional.
13. Para tokoh korporasi trans-nasional akan memegang kepemimpinan peradaban karena penguasaannya atas pasar.
14. Akhirnya berbagai korporasi dunia itu akan menjadi semacam negara dan tatanan kehebatan dominasinya tidak mudah dimasuki prasangka-prasangka politik lokal.

2.3 Nasionalisme Ekonomi
Nasionalisme atau ketahanan nasional dalam bidang ekonomi harus dipahami sebagai kondisi dinamis kehidupan bangsa Indonesia yang mengandung keuletan, ketangguhan dan kemampuan dalam mengembangkan, menghadapi dan mengatasi segala macam gejolak ekonomi di tingkat domestic, regional, maupun internasional secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Jack Snyder, kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan merupakan prasyarat mutlak bagi berjalannya sebuah system yang demokratis, tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada ketahanan ekonomi.
Dari berbagai studi hubungan antara demokrasi dan ekonomi menunjukkan bahwa income (penghasilan) per kapita atau purchasing power parity (PPP) berkolerasi dengan ketahanan demokrasi sebuah negara. Beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian serius, antara lain:
1. Masalah pengangguran dan kemiskinan.
2. Pekerja di sector informal di dalam negeri maupun di luar negeri.
3. Peningkatan ketrampilan petani dan perluasan lahan.
Persoalan paling berat yang harus dihadapi bangsa Indonesia adalah mengatasi tantangan ketahanan nasional terkait ekonomi, karena masyarakat di barisan terdepan geografi nasional (bukan masyarakat perbatasan) masih memerlukan penanganan yang serius. Jika terjadi kesalahan dalam menangani persoalan tersebut, bukan mustahil kelompok masyarakat yang berada dalam barisan itu justru memperlemah ketahanan nasional Indonesia. Di era globalisasi ini, agar sebuah negara dapat bertahan, bangsanya harus cerdas. Akhirnya, walaupun kita telah memiliki konsepsi nasional, tapi dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional, kunci keberhasilannya adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan UUD 1945, yaitu semangat para pemimpin dan semangat para penyelenggara negara.
Nasionalisme di era globalisai akan terjadi persaingan yang luar biasa, baik itu dipersaingan di bidang ekonomi, perdagangan atau bisnis maupun persaingan, yang lebih tepat di sebut “pertarungan”, konsepsi nasional pada tingkat global.

KESIMPULAN
1. Semangat nasionalisme bisa melalui dengan membela negara, yaitu pembelaan terhadap negara, bukan hanya tanggung jawab TNI dan Polri, melainkan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
2. Globalisasi sangat kuat dipengaruhi oleh kepentingan negara-negara maju terutama kelompok liberalis-kapitalis (Barat) dengan muatan utama di bidang ekonomi, politik dan budaya.
3. Tantangan ketahanan nasional terkait ekonomi, seperti masyarakat di barisan terdepan geografi nasional (bukan masyarakat perbatasan) bisa memperlemah ketahanan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu menagani permasalahn tersebut dengan serius.

DAFTAR PUSTAKA
Kusuma Aryani, Ine dan Markum Susatim. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai. Ghalia Indonesia: Bogor.
Syahnakri, Kiki. 2009. Aku Hanya Tentara. Cetakan ke 2, Kompas: Jakarta.
Rais, M. Amin. 2008. Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia. Cetakan ke 3, PPSK Press: Yogyakarta.
Pranowo, M. Bambang. 2010. Multidimensi Ketahanan Nasional. Pustaka Alvabet: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar