Rabu, 02 Mei 2012

Pendidikan Kewarganegaraan

Nama: MIA ROSDIANA
NPM: 10207716 
Kelas: 2EA21 


BAB 1: SEKITAR NKRI 
HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA 


PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara hukum dan setiap warga negara Republik Indonesia memiliki hak sejak masih di dalam kandungan. Hal ini terdapat dalam UU Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1, yaitu “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Setiap orang mempunyai kebebasan, tetapi setiap orang juga wajib mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak memiliki sesuatu. Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan, dan kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status social lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik bersifat vertical (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya), maupun horizontal (antar warga negara sendiri). Oleh karena itu, penulis membuat dengan judul “Hak Asasi Manusia Di Indonesia”.



PEMBAHASAN
2.1 Hak Asasi Manusia
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar manusia disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak itu tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hal tersebut mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, Negara, pemerintah, atau organisasi apapun, mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak manusia tanpa kecuali. Hak manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU-PBB) mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia) (DUHAM). Duham memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar, terrmasuk cita-cita manusia yang bebas untuk menikmati kebiasaan sipil dan politik. Hal ini dapat dicapai salah satu dengan diciptakannya kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik yang diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan internasional. Dari pertimbangan DUHAM tersebut disebutkan bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya orang tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan. Secara singkat inilah ketentuan HAM yang diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, antara lain:
-Pasal 1: Semua orang dilahirkan merdek dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
-Pasal 2: Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, tau pandangan lain.
-Pasal 3: Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
-Pasal 4: Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan, perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang.
-Pasal 5: Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihkum secara tidak manusiawi atau dihina.
 -Pasal 6: Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
-Pasal 7: Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
-Pasal 8: Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif dari pengadilan nasional kompeten untuk tindakan-tindakan yang melaggar hak-hak dasar yang diberikannya oleh undang-undang dasar atau hukum.
-Pasal 9: Tidak dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan Negara.
-Pasal 10: Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
-Pasal 11: (1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang perlukan untuk pembelaannya.
(2) Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan tindak pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu tindak pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan.
-Pasal 12: Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya.
-Pasal 13: (1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
(2) Setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.
-Pasal 14: (1) Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan suaka di negeri lain untuk melindungi diri daripengejaran.
(2) Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tidak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
-Pasal 15: (1) Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan.
(2) Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk mengganti kewarganegaraannya,
 -dan pasal seterusnya sampai pasal 30, di ketentuan Internasional sebagaimana yang termaktub dalam Kovenan. Sebagai konsekuensinya Indonesia harus menyesuaikan ketentuan-ketentuan nasionalnya supaya sejalan dengan Kovenan tersebut. Ketentuan nasional diatur dalam Pasal 28 I UUD 1945.

2.2 Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Di Indonesia dengan adanya Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (RAN-HAM 1998-2003) dicanangkan oleh Presiden Bj. Habibie pada 25 Juni 1998. Dengan pencanangan tersebut, secara resmi RAN-HAM menjadi acuan dasar bagi seluruh masyarakat dan pemerintah dalam memjukan dan melindungi hak-hak asasi manusia. Terdapat empat pilar dari RAN-HAM, yaitu pengesahan 8 instrumen internasional yang penting di bidang HAM antara tahun 1998-2003 sebagai berikut:
1.Tahun 1998/1999
a)Convention on Economic Social and Cultural Rights.
b)Convention Against Torture and Other Cruel, In Human or Degrading Treatment of Punishment. c)International Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination
2.Tahun 1999/2000
a)Convention on The Prevention and Punishment of The Crime of Genocide.
b)Slavery Convention of 1926.
3.Tahun 2000/2001
a)Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families. 4.Tahun 2001/2002
a)Convention for The Suppresion of The Traffic in Persons and on The Exploitation of The Prostitution of Others.
5.Tahun 2002/2003
a)Convention on Civil and Polotical Rights.
Hak Asasi Manusia terdapat di Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dengan menimbang:
a.bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya.
b.bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
c.bahwa selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
d.bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.
e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Repoblik Indonesia Nomor XVIUMPR/I998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia. HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun tercatat ada 7 jenis yaitu seperti diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, antara lain berbunyi: “ Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,dan hak untuk idak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Terhadap hak asasi manusia yang tergolong sebagai non-degorable human rights yang sama sekali tidak dapat dilanggar atau tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun, telah secara jelas digaris bawahi oleh Komite PBB tentang HAM dalam August 2001 General Comment No. 29 on Article 4 of the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Penegasan mengenai hal ini yang telah diadopsi ke dalam ketentuan Pasal 28 I Ayat (1) UUD 1945. Di banyak negara, hal-hal pokok mengenai keadaan pengecualian biasanya diatur dalam undang-undang dasar. Selanjutnya, rincian pengaturannya dijabarkan dalam undang-undang. Seperti di Indonesia, keadaan pengecualian ini diatur dalam ketentuan Pasal 12, Pasal 22 UUD 1945 yang dijabarkan dalam UU No. 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaaan Bahaya dan UU no. 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi, dan UU lain yang berhubungan dengan keadaan bahaya. Karena pentinganya basis konstitusional dan legal pemberlakuan keadaan darurat itu dengan segala akibatnya, sudah seharusnya hal itu diatur pokok-pokoknya dalam UUD. Dalam keadaan darurat sebagai keadaan pengecualian (state of exception), diperlukan norma hukum tersendiri agar kekuasaan Negara dapat berjalan sebagaimana mestinya. Norma hukum dalam keadaan darurat itu sendiri dimaksudkan untuk:
a.Mengatasi keadaan tidak normal itu.
b.Bersifat sementara sampai keadaan darurat itu berakhir.
c.Dituangkan atau tertuang dalam bentuk hukumyang tersendiri. Untuk mengatasi keadaan yang tidak normal dan bersifat sementara itu, diperlukan suatu aturan hukum keadaan darurat dalam bentuk perundang-undangan seperti Keputusan Presiden (Kepres) tentang Keadaan Darurat di suatu daerah konflik. Dalam pemberlakuan keadaan darurat perlu ditegaskan pengecualian hak sasi manusia yang tidak bisa dilanggar sebagaimana diatur menurut Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 karena hak asasi manusia mutlak dilindungi dalam keadaan apapun. Sekalipun ada pula pembatasan hak asasi tersebut menurut Pasal 28 J UUD 1945, namun maksud pembatasan dari semuanya ini adalah agar tercipta keamanan di segala aspek kehidupan demi melindungi bangsa dan negara serta warga masyarakat Indonesia dari berbagai ancaman bahaya.


KESIMPULAN
Hak asasi manusia telah melekat pada diri setiap orang dan Negara wajib untuk mengakui dan melindungi setiap warganya tanpa kecuali. Di Indonesia, hak asasi manusia terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pengesahan instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia akan memperkuat dan mengembangkan perangkat-perangkat hukum di tingkat nasional sebagai upaya menjamin pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia secara lebih baik. Penyebarluasan dan pendidikan hak-hak asasi manusia adalah proses pembentukan nilai, sikap, dan kebiasaan di dalam diri peserta didik sewaktu berinteraksi denga lingkungan di bawah bimbingan para pendidik dalam arti yang luas, seperti orang tua, guru, tokoh masyarakat, dan para pemimpin.


DAFTAR PUSTAKA
Gultom, Binsar Dr. 2010. Pelanggaran HAM dalam Hukum Keadaan Darurat di Indonesia. Gramedia: Jakarta.
Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas. Grafindo: Bandung.
http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/170/uu39_1999.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar